Beberapa
hari ini, sebagian masyarakat yang menjadi konsumen rokok dihebohkan
dengan kabar kenaikan harga rokok yang per bungkusnya meningkat 100
persen lebih.
Di saat pemerintah tengah mengupayakan kenaikan cukai rokok dan hasil
tembakau lainnya, isu kenaikan harga rokok bisa saja langsung dipercaya
publik. Kabarnya, kenaikan harga rokok tersebut akan diberlakukan bulan
depan.
Salah satu produsen rokok PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) menegaskan, isu
tersebut sebagai bagian dari isu yang disebarkan oleh pihak-pihak yang
tak bertanggung jawab.
“Perlu kami sampaikan, bahwa kenaikan harga drastis maupun kenaikan
cukai secara eksesif bukan merupakan langkah yang bijaksana,” tandas
Head of Regulatory Affairs, International Trade and Communications HMSP,
Elvira Lianita, dalam siaran yang diterima, Minggu (21/8).
Sebab mestinya, setiap kebijakan yang berkaitan dengan harga dan cukai
rokok harus mempertimbangkan seluruh aspek secara komprehensif.
“Aspek itu adalah, seluruh mata rantai industri tembakau nasional mulai
dari petani, pekerja, pabrikan, pedagang dan konsumen, sekaligus juga
harus mempertimbangkan kondisi industri dan daya beli masyarakat saat
ini,” ujar dia.
Menurutnya, kebijakan cukai yang terlalu tinggi akan mendorong naiknya
harga rokok menjadi mahal. sehingga tidak sesuai dengan daya beli
masyarakat.
“Jika harga rokok mahal, maka kesempatan ini akan digunakan oleh produk
rokok ilegal yang dijual dengan harga sangat murah dikarenakan mereka
tidak membayar cukai,” jelas Elvira.
Dia mengingatkan, berdasarkan studi dari beberapa perguruan tinggi
nasional, perlu menjadi catatan penting bahwa dengan tingkat cukai saat
ini, perdagangan rokok ilegal telah mencapai 11,7 persen dan merugikan
negara hingga Rp9 triliun.
“Kondisi itu tentu saja kontraproduktif dengan upaya pengendalian
konsumsi rokok, peningkatan penerimaan negara, dan perlindungan tenaga
kerja,” terang dia.
Terkait dengan harga rokok di Indonesia yang dibandingkan dengan
negara-negara lain, jelasnya, perlu dilakukan kajian yang menghitung
daya beli masyarakat di masing-masing negara.
“Memang jika kita membandingkan harga rokok dengan PDB (pendapatan
domestik bruto) per kapita di beberapa negara, maka harga rokok di
Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga seperti
Malaysia dan Singapura,” jelasnya.
[Nusanews.com]