Ini bukan dongeng tentang Malin Kundang, anak durhaka pada ibu yang
dikutuk jadi batu. Hari itu, Bumi tiba-tiba berguncang hebat, udara
dipenuhi hawa panas. Seorang bocah lelaki berlari sekecang mungkin,
matanya dipenuhi horor, teriakan tangisnya diredam gemuruh alam yang
mengerikan. Ia menghampiri sang ibu, mencari perlindungan di pangkuan
perempuan yang melahirkannya itu.
Hampir 2.000 tahun kemudian, jasad bocah 4 tahun itu ditemukan di antara puing-puing Kota Pompeii. Tubuhnya dimumikan secara alami, menjadi patung.
Kala itu, tahun 79 Masehi, ‘Vesuvius’ bangun dari tidurnya. Gunung itu terus bergolak mencurigakan. Namun, warga Pompeii terlalu takut meninggalkan rumah. Saat erupsi terjadi pada November, seluruh kota, juga semua manusia yang ada di dalamnya terkubur awan panas dan abu yang ironisnya membuat jasad mereka ‘abadi’.
Diperkirakan sekitar 10.000 hingga 25.000 orang tumpas seketika. Waktu menyingkap lapisan abu mengungkap kondisi terakhir warga di Pompei, saat mereka menemui ajal.
Banyak dari mereka ditemukan berkerumun di gudang atau dermaga di pelabuhan — frustrasi mencari celah di kapal terakhir yang diharapkan meloloskan mereka dari maut. Sejumlah orang berkumpul di tempat umum, lainnya menghadapi maut di rumah.
Mumi si bocah adalah yang terbaru yang ditemukan. Ia ada di pangkuan ibunya. Sementara, jasad ayah dan satu saudaranya ditemukan tak jauh.
Jasad-jasad itu ditemukan di lokasi ‘House of the Golden Bracelet’ — salah satu rumah paling mewah di area Insula Occendentalis, Pompeii.
Insula Occendentalis adalah area bergengsi. Pusat bisnis dan toko-toko berjajar sepanjang jalan. Hanya orang kaya dan kaum elite yang mampu menjadikannya alamat. Sejumlah ahli berpendapat, keluarga tersebut adalah pemilik rumah tersebut.
Sebelum diterjang material erupsi Pompeii, rumah berdinding batu itu sangat megah, dengan lukisan dinding, dihiasi patung perunggu dan batu, serta memiliki taman yang luas. Ditambah pemandangan spektakuler laut di dekatnya.
Di dekat jenazah keluarga muda itu, ditemukan banyak perhiasan dan lebih dari 200 koin emas dan perak. Namun, yang paling berharga menempel di tubuh sang ratu rumah tangga. Yakni, gelang emas dengan ukiran 2 kepala ular, dengan berat mencapai 0,6 kilogram — yang membuat rumahnya kemudian dijuluki ‘House of the Golden Bracelet’ oleh para arkeolog.
Kematian datang dengan cepat menghampiri keluarga itu. Awan panas dan abu yang panasnya mencapai 300 derajat Celcius menerjang mereka.
Tugas mengawetkan dan memulihkan jasad mereka menjadi pengalaman emosional bagi para staf museum.
“Meski tragedi tersebut terjadi 2.000 tahun lalu, objek yang seperti patung itu dulunya adalah seorang bocah, seorang ibu, sebuah keluarga. Bukan sekadar objek arkeologi, tapi manusia,” kata konservator Naples National Archaeological Museum, Stefania Giudice, seperti dikutip dari News.com.au.
“Adalah momentum yang mengetarkan saat kami menangani jasad-jasad ini, saat kami menambahkan plester pada jasad mereka yang membatu,” kata Giudice.
Mumi keluarga malang tersebut, dan 82 orang lainnya dipamerkan dalam pameran Amphitheatre of Pompeii yang akan dibuka pekan ini.
[yangunik]
Hampir 2.000 tahun kemudian, jasad bocah 4 tahun itu ditemukan di antara puing-puing Kota Pompeii. Tubuhnya dimumikan secara alami, menjadi patung.
Kala itu, tahun 79 Masehi, ‘Vesuvius’ bangun dari tidurnya. Gunung itu terus bergolak mencurigakan. Namun, warga Pompeii terlalu takut meninggalkan rumah. Saat erupsi terjadi pada November, seluruh kota, juga semua manusia yang ada di dalamnya terkubur awan panas dan abu yang ironisnya membuat jasad mereka ‘abadi’.
Diperkirakan sekitar 10.000 hingga 25.000 orang tumpas seketika. Waktu menyingkap lapisan abu mengungkap kondisi terakhir warga di Pompei, saat mereka menemui ajal.
Banyak dari mereka ditemukan berkerumun di gudang atau dermaga di pelabuhan — frustrasi mencari celah di kapal terakhir yang diharapkan meloloskan mereka dari maut. Sejumlah orang berkumpul di tempat umum, lainnya menghadapi maut di rumah.
Mumi si bocah adalah yang terbaru yang ditemukan. Ia ada di pangkuan ibunya. Sementara, jasad ayah dan satu saudaranya ditemukan tak jauh.
Jasad-jasad itu ditemukan di lokasi ‘House of the Golden Bracelet’ — salah satu rumah paling mewah di area Insula Occendentalis, Pompeii.
Insula Occendentalis adalah area bergengsi. Pusat bisnis dan toko-toko berjajar sepanjang jalan. Hanya orang kaya dan kaum elite yang mampu menjadikannya alamat. Sejumlah ahli berpendapat, keluarga tersebut adalah pemilik rumah tersebut.
Sebelum diterjang material erupsi Pompeii, rumah berdinding batu itu sangat megah, dengan lukisan dinding, dihiasi patung perunggu dan batu, serta memiliki taman yang luas. Ditambah pemandangan spektakuler laut di dekatnya.
Di dekat jenazah keluarga muda itu, ditemukan banyak perhiasan dan lebih dari 200 koin emas dan perak. Namun, yang paling berharga menempel di tubuh sang ratu rumah tangga. Yakni, gelang emas dengan ukiran 2 kepala ular, dengan berat mencapai 0,6 kilogram — yang membuat rumahnya kemudian dijuluki ‘House of the Golden Bracelet’ oleh para arkeolog.
Kematian datang dengan cepat menghampiri keluarga itu. Awan panas dan abu yang panasnya mencapai 300 derajat Celcius menerjang mereka.
Tugas mengawetkan dan memulihkan jasad mereka menjadi pengalaman emosional bagi para staf museum.
“Meski tragedi tersebut terjadi 2.000 tahun lalu, objek yang seperti patung itu dulunya adalah seorang bocah, seorang ibu, sebuah keluarga. Bukan sekadar objek arkeologi, tapi manusia,” kata konservator Naples National Archaeological Museum, Stefania Giudice, seperti dikutip dari News.com.au.
“Adalah momentum yang mengetarkan saat kami menangani jasad-jasad ini, saat kami menambahkan plester pada jasad mereka yang membatu,” kata Giudice.
Mumi keluarga malang tersebut, dan 82 orang lainnya dipamerkan dalam pameran Amphitheatre of Pompeii yang akan dibuka pekan ini.
[yangunik]