Jemari Nunik Wiharti
bergerak lincah memindahkan remah-remah tahu putih dari cawan petri ke
dalam tabung reaksi. Ke dalam tabung transparan itu pula dia
berturut-turut memasukkan air sulingan, polipropilen cair, dan serbuk
pereaksi. Sepertiga tabung pereaksi terisi campuran tersebut.
Petugas pengujian Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) DKI Jakarta itu menyumbat ujung tabung dengan penutup plastik berwarna hitam. Tabung reaksi diayunkan ke atas dan ke bawah menggunakan tangan dengan kekuatan penuh.
Petugas pengujian Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) DKI Jakarta itu menyumbat ujung tabung dengan penutup plastik berwarna hitam. Tabung reaksi diayunkan ke atas dan ke bawah menggunakan tangan dengan kekuatan penuh.
Campuran berubah menjadi
keruh. Setelah dua menit menggoyang tabung reaksi, cairan yang semula
berwarna putih berubah menjadi ungu.
“Positif formalin,” ujar
Nunik kepada tim Liputan6.com di laboratorium Balai Besar POM DKI
Jakarta, Cilangkap, pada Jumat, 26 Februari 2016 lalu.
Pekan lalu, Nunik ditugaskan menguji sampel tahu yang dikumpulkan tim Liputan6.com dari empat pasar swalayan di Jakarta.
Pekan lalu, Nunik ditugaskan menguji sampel tahu yang dikumpulkan tim Liputan6.com dari empat pasar swalayan di Jakarta.
Pengujian dilakukan
untuk menelusuri keberadaan zat kimia berbahaya tersebut pada makanan.
Selain Nunik, pengujian sampel dilakukan pula oleh tiga rekannya. Tiga
rekannya yang menguji sampel tahu dari lokasi berbeda tidak menemukan
keberadaan formalin.
Formalin merupakan
senyawa kimia yang terbentuk dari reaksi oksidasi metanol. Salah satu
sifat formalin adalah mematikan bakteri pembusuk. Karena itu formalin
banyak dipakai sebagai pembersih lantai atau zat pengawet mayat.
Selain tahu, pengujian
juga dilakukan terhadap sampel anggur impor yang juga dijajakan di pasar
swalayan. Hasilnya, dua dari empat sampel yang diambil dari pasar
swalayan berbeda positif mengandung formalin. Seorang teman Nunik
mendadak cemas terhadap hasil pengujian tersebut. “Padahal saya sering
beli anggur di pasar swalayan ini,” katanya dengan mimik wajah khawatir.
Penguji Balai Besar
Pengujian Obat dan Makanan menunjukkan hasil tes formalin pada anggur
yang didapatkan dari pasar modern di Jakarta (25/02/2016).
Tahu merupakan bahan
mentah untuk pel bagai hidangan keluarga Indonesia. Makanan yang berasal
dari kedelai ini diproduksi di dalam negeri dan dijual di pasar-pasar,
termasuk pasar swalayan dan pusat perbelanjaan. Adapun anggur merupakan
salah satu jenis buah yang dikonsumsi keluarga Indonesia. Buah berbentuk
bundar ini sebagian besar didatangkan dari luar negeri.
Kepala Balai Besar POM
Jakarta Dewi Prawitasari tak terkejut atas temuan formalin pada makanan
dan buah-buahan yang dijual di pasar modern. Menurut dia, formalin
memang sering digunakan produsen dan distributor untuk mengawetkan
makanan. Pengawetan menggunakan bahan berbahaya ini, katanya merupakan
modus umum bagi pedagang yang ingin menekan kerugian. “Makanan yang
diduga mengandung formalin bisa saja ditemukan di pasar modern atau
swalayan,” ujar Dewi. Dia memastikan formalin juga masih ditemukan pada
bahan makanan dan buah-buahan yang dijual di pasar tradisional.
Dia melanjutkan,
pengujian yang dilakukan lembaganya menemukan tahu sebagai jenis makanan
yang paling sering mengandung formalin. Tahu, katanya, merupakan jenis
makanan yang cepat membusuk sehingga perlu ditambahi pengawet buatan.
Setelah tahu, Balai Besar POM Jakarta juga menemukan mi dan bakso
sebagai makanan yang kerap diketahui mengandung formalin.
Tahu berformalin sitaan Polda Metro Jaya. (Liputan6.com/Audrey Santoso)
Dokter forensik
sekaligus pengajar dari Universitas Indonesia Djaja Surya Atmadja
mengatakan formalin merupakan bahan kimia yang bersifat korosif. Organ
tubuh yang terpapar zat ini akan cepat rusak sehingga tidak bisa
berfungsi normal. Konsumsi formalin dalam jangka panjang bakal memicu
kelainan perkembangbiakan sel. Menurut dia, formalin diketahui bersifat
karsinogenik. “Jika dikonsumsi dalam waktu panjang akan menyebabkan
kanker,” kata Djaja.
Dia mengatakan, banyak
jenis kanker yang bisa dipicu formalin. Di antaranya kanker hidung,
kulit, otak, dan usus. Adalah kanker usus yang disebutnya sebagai
penyakit yang paling banyak diderita orang yang mengkonsumsi formalin.
Sampel liver manusia
yang mengeras setelah terpapar zat pengawet formalin. Liver mengeras
akibat reaksi penggumpalan protein oleh formalin.
Djaja menunjukkan efek
formalin terhadap organ dengan membawa sampel liver manusia yang telah
direndam formalin. Potongan hati seukuran jempol kaki orang dewasa itu
berwarna hitam dan keras. Menurut dia, pengerasan itu terjadi karena
formalin bereaksi dengan protein yang ada di dalamhati. Reaksi tersebut,
katanya, menyebabkan gumpalan protein yang kemudian mengeraskan organ.
“Organ-organ yang terpapar formalin akan mengalami kejadian yang sama,”
ujarnya.
Menurut Djaja, ilmu kedokteran hingga saat ini
Menurut Djaja, ilmu kedokteran hingga saat ini
belum bisa membalikkan proses penggumpalan
protein oleh formalin tersebut. Akibatnya, pengerasan organ tubuh akibat
formalin bersifat permanen.
Ilustrasi buah anggur di rak buah-buahan pasar swalayan. (Istimewa)
Anak-anak sekolah dasar mendengarkan penjelasan Badan POM mengenai bahaya formalin pada jajajan. (Liputan6.com/M. Khadafi)
Tertata rapi dalam
lemari pendingin, anggur yang dijajakan sebuah pasar swalayan ternama di
kawasan Jakarta Selatan menarik perhatian. Kemasan plastik yang
membalut buah anggur tersebut seperti menjamin kehigienisan buah impor
tersebut.
Tim Liputan6.com membeli
sebungkus anggur tersebut. Pasar swalayan membanderol anggur seberat
hampir 0,5 kilogram itu seharga Rp 70.000. Kasir swalayan membubuhkan
label ‘fresh’ pada bungkus anggur untuk sebagai jaminan kesegaran buah.
Belakangan pengujian Balai Besar POM membuktikan anggur tersebut
mengandung formalin.
Ilustrasi buah anggur di rak buah-buahan pasar swalayan. (Istimewa)
Pengetesan yang sama
oleh Balai Besar POM Jakarta menunjukkan anggur yang diambil dari pasar
swalayan lain tidak mengandung formalin. Tim Liputan6.com tidak
menemukan perbedaan ketika membandingkan fisik dan bau dua sampel
tersebut.
Kepala Balai Besar POM
Jakarta Dewi Prawitasari mengatakan formalin pada anggur biasanya masuk
ke dalam pori buah sehingga lebih susah untuk diperiksa tekstur dan
baunya. Formalin pada pori buah inilah, katanya, yang sulit dibersihkan
meski setiap pelanggan membilas anggur sebelum dimakan.
Dia membandingkannya
dengan formalin pada tahu yang tersebar merata dalam seluruh adonan.
Menurut dia, formalin pada tahu bisa dilacak dengan penciuman. Tahu
berformalin biasanya memiliki bau kimia yang kuat. Sedangkan tahu yang
bebas formalin mengeluarkan bau segar khas kedelai. Tahu berformalin
juga mengalami perubahan tekstur menjadi lebih kenyal.
Anak-anak sekolah dasar mendengarkan penjelasan Badan POM mengenai bahaya formalin pada jajajan. (Liputan6.com/M. Khadafi)
Dokter forensik
sekaligus pengajar dari Universitas Indonesia Djaja Surya Atmadja
memberikan kiat yang sama untuk memeriksa kandungan formalin pada tahu.
Menurut dia, tekstur kenyal cenderung keras pada tahu bisa menjadi
indikator keberadaan formalin. Tahu yang tidak membusuk dan berbau
setelah dibiarkan lebih dari 6 jam pada suhu kamar juga mengindikasikan
adanya cemaran formalin.
Tim Liputan6.com menguji
tahu yang dijual di pasar tradisional menggunakan alat uji seperti yang
digunakan Balai Besar POM Jakarta. Sampel tahu yang dikumpulkan dari
tiga pasar tradisional di Jakarta Selatan menunjukkan keberadaan
formalin–ditunjukkan dengan perubahan warna sampel menjadi ungu ketika
dicampur cairan pengujian. Tahu berformalin itu bertekstur keras dan
berbau khas zat kimia.
Balai Besar POM Jakarta
rutin mengirimkan mobil laboratorium keliling ke sekolah-sekolah.
Pengujian lapangan di salah satu sekolah dasar di Jakarta Selatan
menunjukkan formalin juga masih beredar di jajanan untuk anak-anak.
Deputi Bidang Pengawasan
Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan POM Suratmono mengatakan
terjadi penurunan temuan pencemaran makanan oleh zat berbahaya seperti
formalin. Menurut dia, tingkat pencemaran bahan berbahaya secara
nasional pada 2010 mencapai 45 persen. Badan POM mengkategorikan makanan
tercemar ini sebagai makanan tidak memenuhi syarat. Tahun lalu, level
pencemaran itu menurun menjadi 23 persen. “Penyalahgunaan bahan
berbahaya (seperti formalin) sekitar 4-6 persen,” katanya ketika ditemui
di Jakarta, Kamis, 18 Februari 2016.
Mi kuning basah termasuk jenis makanan yang paling sering bercampur formalin selain tahu dan bakso. (Liputan6.com/M. Khadafi)
Menurut dia, penurunan
temuan pencemaran formalin itu terjadi di seluruh provinsi. Namun, dia
menyebut DKI Jakarta masih menjadi daerah dengan temuan tertinggi di
Indonesia.
Badan POM, Suratmono
menjelaskan, menggalakkan program ‘pasar aman’ di seluruh Indonesia.
Program ini memantau 77 pasar yang dipilih sebagai pasar percontohan
yang bebas makanan tidak memenuhi syarat. Di Jakarta terdapat 5 pasar
percontohan ini.
Badan POM melakukan inspeksi mendadak jajanan sekolah mengandung formalin di Jakarta, Senin (13/04/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Kepala Balai Besar POM Jakarta Dewi Prawitasari membenarkan terjadinya penurunan temuan makanan berformalin di lima pasar percontohan. Data Balai Besar POM menunjukkan level makanan tidak memenuhi syarat mencapai 23,2 persen pada 2013. Angka ini menurun menjadi 14,8 persen pada 2015.
Badan POM melakukan inspeksi mendadak jajanan sekolah mengandung formalin di Jakarta, Senin (13/04/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Kepala Balai Besar POM Jakarta Dewi Prawitasari membenarkan terjadinya penurunan temuan makanan berformalin di lima pasar percontohan. Data Balai Besar POM menunjukkan level makanan tidak memenuhi syarat mencapai 23,2 persen pada 2013. Angka ini menurun menjadi 14,8 persen pada 2015.
Ihwal posisi DKI Jakarta
sebagai pemuncak provinsi dengan tingkat pencemaran formalin dan zat
berbahaya, dia beralasan lantaran Balai Besar POM DKI Jakarta paling
sering melakukan pengujian ke pasar. Tingginya frekuensi pengujian itu,
katanya, menyebabkan lebih banyak temuan di lapangan. “Setiap pekan kami
mengirimkan laboratorium bergerak ke pasar-pasar,” ujar Dewi.
Dari hasil penelitian
datas sebaiknya kita harus lebih hati – hati terhadap makanan yang tak
asing lagi kita jumpai, dan jangan lagi makan makanan yang dudah d
teliti diatas ( di kutip dari liputan 6 )
silahkan bagikan dan sebarkan …
silahkan bagikan dan sebarkan …