Dari Abu Qotaadah radhiallahu 'anhu :
...فَقَامَ
رَجُلٌ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي
سَبِيلِ اللهِ، تُكَفَّرُ عَنِّي خَطَايَايَ؟ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «نَعَمْ، إِنْ قُتِلْتَ فِي سَبِيلِ
اللهِ، وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ، مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ»، ثُمَّ
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كَيْفَ قُلْتَ؟»
قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللهِ أَتُكَفَّرُ عَنِّي
خَطَايَايَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«نَعَمْ، وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ، مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ، إِلَّا
الدَّيْنَ، فَإِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ قَالَ لِي ذَلِكَ»
"…Lalu
ada seorang lelaki berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana
jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan tertebuskan?".
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata, "Iya, jika engkau
meninggal berjihad di jalan Allah dan engkau dalam kondisi bersabar dan
berharap, maju dan tidak mundur".
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata, "Bagaimana yang
kau katakan?". Lelaki itu berkata, "Bagaimana, jika aku terbunuh di
jalan Allah, apakah dosa-dosa tertebuskan?". Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam berkata, "Iya, dan engkau dalam kondisi bersabar dan
berharap, maju dan tidak mundur, Kecuali Hutang, sesungguhnya Jibril
mengatakan hal itu kepadaku" (HR Muslim no 1885)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda
الْقَتْلُ فِي سَبِيلِ اللهِ يُكَفِّرُ كُلَّ شَيْءٍ، إِلَّا الدَّيْنَ
"Terbunuh di jalan Allah menghapuskan seluruhnya kecuali hutang" (HR Muslim no 1886)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
وَأَمَّا
قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا الدَّيْنَ فَفِيهِ
تَنْبِيهٌ عَلَى جَمِيعِ حُقُوقِ الْآدَمِيِّينَ وَأَنَّ الْجِهَادَ
وَالشَّهَادَةَ وَغَيْرَهُمَا مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ لَا يُكَفِّرُ
حُقُوقَ الْآدَمِيِّينَ وَإِنَّمَا يُكَفِّرُ حُقُوقَ اللَّهُ تَعَالَى
"Adapun
sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam (Kecuali Hutang) maka sebagai
peringatan atas seluruh hak-hak orang lain, dan bahwasanya jihad dan
mati syahid serta amalan kebajikan yang lain tidaklah menebus hak-hak
orang lain, hanyalah menebus hak-hak Allah ta'aala" (Al-Minhaaj Syarh
Shahih Muslim 13/29)
Jika amalan yang sangat hebat seperti jihad ternyata tidak bisa
menggugurkan dosa tidak membayar hutang, maka bagaimana lagi dengan
amalan-amalan yang rendah dibawah jihad??
Dari Salamah bin al-Akwa' radhiallahu 'anh
أن
النبي صلى الله عليه وسلم أتي بجنازة ليصلي عليها فقال هل عليه من دين
قالوا لا فصلى عليه ثم أتي بجنازة أخرى فقال هل عليه من دين قالوا نعم قال
صلوا على صاحبكم قال أبو قتادة علي دينه يا رسول الله فصلى عليه
"Bahwasanya
Nabi shallallahu 'alahi wa sallam didatangkan kepada beliau jenazah,
maka beliau berkata, "Apakah dia memiliki hutang?". Mereka mengatakan,
"Tidak". Maka Nabipun menyolatkannya. Lalu didatangkan janazah yang
lain, maka Nabi shallallahu 'alahi wa sallam berkata, "Apakah ia
memiliki hutang?", mereka mengatakan, "Iya", Nabi berkata, "Sholatkanlah
saudara kalian". Abu Qotadah berkata, "Aku yang menanggung hutangnya
wahai Rasulullah". Maka Nabipun menyolatkannya" (HR Al-Bukhari no 2295)
Dalam riwayat yang lain :
فَجَعَلَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا لَقِيَ أَبَا
قَتَادَةَ يَقُولُ مَا صَنَعَتِ الدِّينَارَانِ حَتَّى كَانَ آخِرَ ذَلِكَ
أَنْ قَالَ قَدْ قَضَيْتُهُمَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْآنَ حِينَ
بَرَّدْتَ عَلَيْهِ جِلْدَهُ
"Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam setiap bertemu dengan Abu
Qitaadah Nabi berkata kepadanya, "Bagaimana dengan dua dinar (yaitu yang
menjadi tanggungan Abu Qotadah atas mayat)?". Hingga akhirnya Abu
Qotaadah berkata, "Aku telah membayarnya wahai Rasulullah!". Nabi
berkata, "Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya" (HR Al-Hakim, dan
dishahihkan oleh beliau serta disepakati oleh Adz-Dzahabi, dan
dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata :
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ إِشْعَارٌ بِصُعُوبَةِ أَمْرِ الدَّيْنِ وَأَنَّهُ لَا يَنْبَغِي تَحَمُّلُهُ إِلَّا مِنْ ضَرُورَةٍ
"Dan
dalam hadits peringatan akan beratnya permasalan hutang, dan bahwasanya
tidak sepantasnya seseorang berhutang kecuali dalam kondisi darurat"
(Fathul Baari 4/468)
Hal ini mengingatkan kepada kita bahwa jangan pernah meremehkan amanah
dan hutang. Berikut beberapa perkara yang mungkin perlu diperhatikan :
Pertama : Jangan pernah "pekewuh" (merasa tidak enak) kepada orang yang
hendak meminjam uang dari kita, untuk mencatat hutang tersebut. Karena
mencatat hutang adalah sunnah yg ditinggalkan. Padahal ayat yang
terpanjang dalam al-Qur'an adalah tentang pencatatan hutang, Allah
berfirman
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ
مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا
يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ
وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا
يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا
أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ
وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ
فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ
تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ
إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا
تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ
ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا
تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا
بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا
إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْتَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
"Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah
walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari
saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang
mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu,
baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian
itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih
dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu),
kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di
antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang
demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu.
dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu" (QS Al-Baqoroh : 282)
Kedua : Dengan mencatat hutang piutang maka akan mendatangkan kemaslahatan.
- Dengan mencatat piutang, apabila kita meninggal, piutang tersebut akan
dimanfaatkan oleh ahli waris kita, sehingga dimasukkan dalam harta
warisan
- Dengan mencatat hutang, apabila kita meninggal maka ahli waris kita
akan melunasi hutang kita dari harta peninggalan kita, atau ada kerabat,
atau sahabat, atau orang lain yang mau berkorban melunasi hutang kita.
Tentunya hal ini akan sangat mengurangi beban kita di akhirat
Ketiga : Jangan pernah malu untuk menagih hutang. Justru kalau kita
sayang kepada orang yang berhutang maka hendaknya kita menagih hutang
tersebut darinya. Karena kalau kita malu menagih hutang bisa menimbulkan
kemudorotan bagi kita dan juga baginya, diantaranya :
- Kita jadi dongkol terus jika bertemu dengan dia, bahkan bisa jadi kita
terus akan menggibahnya karena kedongkolan tersebut, padahal kita
sendiri malu untuk menagih hutang tersebut.
- Jika kita membiarkan dia berhutang hingga meninggal dunia maka ini tentu akan memberi kemudorotan kepadanya di akhirat kelak
Keempat : Ingatlah…, jika hutang tidak dibayar di dunia maka akan
dibayar di akhirat dengan pahala, padahal pada hari tersebut setiap kita
sangat butuh dengan pahala untuk memperberat timbangan kebaikan kita.
Hari akhirat tidak ada dinar dan tidak ada dirham untuk membayar hutang
kita !!
Kelima : Jangan pernah meremehkan hutang meskipun sedikit. Bisa jadi di
mata kita hutang 100 ribu rupiah adalah jumlah yg sedikit, akan tetapi
di mata penghutang adalah nominal yang berharga dan dia tidak ridho
kepada kita jika tidak dibayar, lantas dia akan menuntut di hari kiamat.
Keenam : Jangan pernah berhusnudzon kepada penghutang. Jangan pernah
berkata : "Saya tidak usah bayar hutang aja, dia tidak pernah menagih
kok, mungkin dia sudah ikhlaskan hutangnya"
Ketujuh : Jika punya kemampuan untuk membayar hutang maka jangan pernah
menunda-nunda. Sebagian kita tergiur untuk membeli barang-barang yang
terkadang kurang diperlukan, sehingga akhirnya uang yang seharusnya
untuk bayar hutang digunakan untuk membeli barang-barang tersebut,
akhirnya hutang tidak jadi dibayar.
Kedelapan : Jangan menunggu ditagih dulu baru membayar hutang, karena
bisa jadi pemilik piutang malu untuk menagih, atau bisa jadi dia tidak
menagih tapi mengeluhkanmu kepada Allah.
نَامَتْ عُيُوْنُكَ وَالْمَظْلُوْمُ مُنْتَبِهُ يَدْعُو عَلَيْكَ وَعَيْنُ اللهِ لَمْ تَنَم
"Kedua matamu tertidur sementara orang yang engkau dzolimi terjaga…
Ia mendoakan kecelakaan untukmu, dan mata Allah tidaklah pernah tidur"
Kesembilan : Berhutang kepada orang lain –jika memang mendesak- bukanlah
perkara yang tercela. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
meninggal dalam kondisi memiliki hutang kepada seorang Yahudi karena
menggadaikan baju perang beliau??
Dari Aisyah radhiallahu 'anhaa
أن النبي صلى الله عليه وسلم اشترى من يهودي طعاما إلى أجل معلوم وارتهن منه درعا من حديد
"Bahwasanya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membeli makanan dari seorang yahudi
dengan berhutang dan beliau menggadaikan baju perangnya dari besi" (HR
Al-Bukhari no 2252 dan Muslim no 1603)
Akan tetapi perhatikanlah…, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidaklah
berhutang kecuali dalam kondisi terdesak…untuk membeli makanan !!!.,
bukan untuk membeli perkara-perkara yang tidak mendesak !!.
Lalu lihatlah…Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidaklah berhutang
kecuali karena memang beliau sudah tidak punya sesuatupun yang bisa
digunakan untuk membeli makanan, hingga akhirnya yang digadaikan adalah
baju perang beliau??.
Kesepuluh : Jika seseorang harus berhutang maka perbaiki niatnya,
bahwasanya ia akan mengmbalikan hutangnya tersebut, agar ia dibantu oleh
Allah.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata ;
من أخذ أموال الناس يريد أداءها أدى الله عنه ومن أخذ يريد إتلافها أتلفه الله
"Barang
siapa yang mengambil harta manusia/orang lain dengan niat untuk
mengembalikannya maka Allah akan menunaikannya. Akan tetapi barangsiapa
yang mengambil harta orang lain dengan niat untuk merusaknya maka semoga
Allah merusaknya" (HR Al-Bukhari no 2387)
Kesebelas : Jika merasa tidak mampu membayar hutang dalam waktu dekat
maka janganlah sampai ia berjanji dusta kepada penghutang. Sering kali
hutang menyeret seseorang untuk mengucapkan janji-janji dusta, padahal
dusta merupakan dosa yang sangat buruk
Kedua belas : Jika seseorang telah berusaha untuk membayar hutang namun
ia tetap saja tidak mampu, maka semoga ia diampuni oleh Allah.
Al-Qurthubi rahimahullah berkata:
لكن
هذا كله إذا امتنع من أداء الحقوق مع تمكنه منه، وأما إذا لم يجد للخروج
من ذلك سبيلاً فالمرجو من كرم الله تعالى إذا صدق في قصده وصحت توبته أن
يرضي عنه خصومه
"Akan
tetapi hal ini (tidak ada ampunan bagi yang berhutang-pen) seluruhnya
jika orang yang berhutang tidak mau menunaikan hak orang lain padahal ia
mampu. Adapun orang yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar
hutang, maka diharapkan dari karunia dan kedermawanan Allah, jika ia
jujur dalam tujuannya (untuk membayar hutang-pen) dan taubatnya telah
benar maka Allah akan menjadikan musuhnya (yang memberikan piutang) akan
ridho kepadanya" (Dalil Al-Faalihin 2/540)
sumber : detakmuslim.com
Dari Abu Qotaadah radhiallahu 'anhu :
...فَقَامَ
رَجُلٌ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي
سَبِيلِ اللهِ، تُكَفَّرُ عَنِّي خَطَايَايَ؟ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «نَعَمْ، إِنْ قُتِلْتَ فِي سَبِيلِ
اللهِ، وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ، مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ»، ثُمَّ
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كَيْفَ قُلْتَ؟»
قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللهِ أَتُكَفَّرُ عَنِّي
خَطَايَايَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«نَعَمْ، وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ، مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ، إِلَّا
الدَّيْنَ، فَإِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ قَالَ لِي ذَلِكَ»
"…Lalu
ada seorang lelaki berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana
jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan tertebuskan?".
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata, "Iya, jika engkau
meninggal berjihad di jalan Allah dan engkau dalam kondisi bersabar dan
berharap, maju dan tidak mundur".
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata, "Bagaimana yang
kau katakan?". Lelaki itu berkata, "Bagaimana, jika aku terbunuh di
jalan Allah, apakah dosa-dosa tertebuskan?". Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam berkata, "Iya, dan engkau dalam kondisi bersabar dan
berharap, maju dan tidak mundur, Kecuali Hutang, sesungguhnya Jibril
mengatakan hal itu kepadaku" (HR Muslim no 1885)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda
الْقَتْلُ فِي سَبِيلِ اللهِ يُكَفِّرُ كُلَّ شَيْءٍ، إِلَّا الدَّيْنَ
"Terbunuh di jalan Allah menghapuskan seluruhnya kecuali hutang" (HR Muslim no 1886)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
وَأَمَّا
قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا الدَّيْنَ فَفِيهِ
تَنْبِيهٌ عَلَى جَمِيعِ حُقُوقِ الْآدَمِيِّينَ وَأَنَّ الْجِهَادَ
وَالشَّهَادَةَ وَغَيْرَهُمَا مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ لَا يُكَفِّرُ
حُقُوقَ الْآدَمِيِّينَ وَإِنَّمَا يُكَفِّرُ حُقُوقَ اللَّهُ تَعَالَى
"Adapun
sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam (Kecuali Hutang) maka sebagai
peringatan atas seluruh hak-hak orang lain, dan bahwasanya jihad dan
mati syahid serta amalan kebajikan yang lain tidaklah menebus hak-hak
orang lain, hanyalah menebus hak-hak Allah ta'aala" (Al-Minhaaj Syarh
Shahih Muslim 13/29)
Jika amalan yang sangat hebat seperti jihad ternyata tidak bisa
menggugurkan dosa tidak membayar hutang, maka bagaimana lagi dengan
amalan-amalan yang rendah dibawah jihad??
Dari Salamah bin al-Akwa' radhiallahu 'anh
أن
النبي صلى الله عليه وسلم أتي بجنازة ليصلي عليها فقال هل عليه من دين
قالوا لا فصلى عليه ثم أتي بجنازة أخرى فقال هل عليه من دين قالوا نعم قال
صلوا على صاحبكم قال أبو قتادة علي دينه يا رسول الله فصلى عليه
"Bahwasanya
Nabi shallallahu 'alahi wa sallam didatangkan kepada beliau jenazah,
maka beliau berkata, "Apakah dia memiliki hutang?". Mereka mengatakan,
"Tidak". Maka Nabipun menyolatkannya. Lalu didatangkan janazah yang
lain, maka Nabi shallallahu 'alahi wa sallam berkata, "Apakah ia
memiliki hutang?", mereka mengatakan, "Iya", Nabi berkata, "Sholatkanlah
saudara kalian". Abu Qotadah berkata, "Aku yang menanggung hutangnya
wahai Rasulullah". Maka Nabipun menyolatkannya" (HR Al-Bukhari no 2295)
Dalam riwayat yang lain :
فَجَعَلَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا لَقِيَ أَبَا
قَتَادَةَ يَقُولُ مَا صَنَعَتِ الدِّينَارَانِ حَتَّى كَانَ آخِرَ ذَلِكَ
أَنْ قَالَ قَدْ قَضَيْتُهُمَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْآنَ حِينَ
بَرَّدْتَ عَلَيْهِ جِلْدَهُ
"Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam setiap bertemu dengan Abu
Qitaadah Nabi berkata kepadanya, "Bagaimana dengan dua dinar (yaitu yang
menjadi tanggungan Abu Qotadah atas mayat)?". Hingga akhirnya Abu
Qotaadah berkata, "Aku telah membayarnya wahai Rasulullah!". Nabi
berkata, "Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya" (HR Al-Hakim, dan
dishahihkan oleh beliau serta disepakati oleh Adz-Dzahabi, dan
dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata :
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ إِشْعَارٌ بِصُعُوبَةِ أَمْرِ الدَّيْنِ وَأَنَّهُ لَا يَنْبَغِي تَحَمُّلُهُ إِلَّا مِنْ ضَرُورَةٍ
"Dan
dalam hadits peringatan akan beratnya permasalan hutang, dan bahwasanya
tidak sepantasnya seseorang berhutang kecuali dalam kondisi darurat"
(Fathul Baari 4/468)
Hal ini mengingatkan kepada kita bahwa jangan pernah meremehkan amanah
dan hutang. Berikut beberapa perkara yang mungkin perlu diperhatikan :
Pertama : Jangan pernah "pekewuh" (merasa tidak enak) kepada orang yang
hendak meminjam uang dari kita, untuk mencatat hutang tersebut. Karena
mencatat hutang adalah sunnah yg ditinggalkan. Padahal ayat yang
terpanjang dalam al-Qur'an adalah tentang pencatatan hutang, Allah
berfirman
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ
مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا
يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ
وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا
يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا
أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ
وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ
فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ
تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ
إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا
تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ
ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا
تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا
بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا
إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْتَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
"Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah
walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari
saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang
mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu,
baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian
itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih
dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu),
kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di
antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang
demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu.
dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu" (QS Al-Baqoroh : 282)
Kedua : Dengan mencatat hutang piutang maka akan mendatangkan kemaslahatan.
- Dengan mencatat piutang, apabila kita meninggal, piutang tersebut akan
dimanfaatkan oleh ahli waris kita, sehingga dimasukkan dalam harta
warisan
- Dengan mencatat hutang, apabila kita meninggal maka ahli waris kita
akan melunasi hutang kita dari harta peninggalan kita, atau ada kerabat,
atau sahabat, atau orang lain yang mau berkorban melunasi hutang kita.
Tentunya hal ini akan sangat mengurangi beban kita di akhirat
Ketiga : Jangan pernah malu untuk menagih hutang. Justru kalau kita
sayang kepada orang yang berhutang maka hendaknya kita menagih hutang
tersebut darinya. Karena kalau kita malu menagih hutang bisa menimbulkan
kemudorotan bagi kita dan juga baginya, diantaranya :
- Kita jadi dongkol terus jika bertemu dengan dia, bahkan bisa jadi kita
terus akan menggibahnya karena kedongkolan tersebut, padahal kita
sendiri malu untuk menagih hutang tersebut.
- Jika kita membiarkan dia berhutang hingga meninggal dunia maka ini tentu akan memberi kemudorotan kepadanya di akhirat kelak
Keempat : Ingatlah…, jika hutang tidak dibayar di dunia maka akan
dibayar di akhirat dengan pahala, padahal pada hari tersebut setiap kita
sangat butuh dengan pahala untuk memperberat timbangan kebaikan kita.
Hari akhirat tidak ada dinar dan tidak ada dirham untuk membayar hutang
kita !!
Kelima : Jangan pernah meremehkan hutang meskipun sedikit. Bisa jadi di
mata kita hutang 100 ribu rupiah adalah jumlah yg sedikit, akan tetapi
di mata penghutang adalah nominal yang berharga dan dia tidak ridho
kepada kita jika tidak dibayar, lantas dia akan menuntut di hari kiamat.
Keenam : Jangan pernah berhusnudzon kepada penghutang. Jangan pernah
berkata : "Saya tidak usah bayar hutang aja, dia tidak pernah menagih
kok, mungkin dia sudah ikhlaskan hutangnya"
Ketujuh : Jika punya kemampuan untuk membayar hutang maka jangan pernah
menunda-nunda. Sebagian kita tergiur untuk membeli barang-barang yang
terkadang kurang diperlukan, sehingga akhirnya uang yang seharusnya
untuk bayar hutang digunakan untuk membeli barang-barang tersebut,
akhirnya hutang tidak jadi dibayar.
Kedelapan : Jangan menunggu ditagih dulu baru membayar hutang, karena
bisa jadi pemilik piutang malu untuk menagih, atau bisa jadi dia tidak
menagih tapi mengeluhkanmu kepada Allah.
نَامَتْ عُيُوْنُكَ وَالْمَظْلُوْمُ مُنْتَبِهُ يَدْعُو عَلَيْكَ وَعَيْنُ اللهِ لَمْ تَنَم
"Kedua matamu tertidur sementara orang yang engkau dzolimi terjaga…
Ia mendoakan kecelakaan untukmu, dan mata Allah tidaklah pernah tidur"
Kesembilan : Berhutang kepada orang lain –jika memang mendesak- bukanlah
perkara yang tercela. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
meninggal dalam kondisi memiliki hutang kepada seorang Yahudi karena
menggadaikan baju perang beliau??
Dari Aisyah radhiallahu 'anhaa
أن النبي صلى الله عليه وسلم اشترى من يهودي طعاما إلى أجل معلوم وارتهن منه درعا من حديد
"Bahwasanya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membeli makanan dari seorang yahudi
dengan berhutang dan beliau menggadaikan baju perangnya dari besi" (HR
Al-Bukhari no 2252 dan Muslim no 1603)
Akan tetapi perhatikanlah…, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidaklah
berhutang kecuali dalam kondisi terdesak…untuk membeli makanan !!!.,
bukan untuk membeli perkara-perkara yang tidak mendesak !!.
Lalu lihatlah…Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidaklah berhutang
kecuali karena memang beliau sudah tidak punya sesuatupun yang bisa
digunakan untuk membeli makanan, hingga akhirnya yang digadaikan adalah
baju perang beliau??.
Kesepuluh : Jika seseorang harus berhutang maka perbaiki niatnya,
bahwasanya ia akan mengmbalikan hutangnya tersebut, agar ia dibantu oleh
Allah.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata ;
من أخذ أموال الناس يريد أداءها أدى الله عنه ومن أخذ يريد إتلافها أتلفه الله
"Barang
siapa yang mengambil harta manusia/orang lain dengan niat untuk
mengembalikannya maka Allah akan menunaikannya. Akan tetapi barangsiapa
yang mengambil harta orang lain dengan niat untuk merusaknya maka semoga
Allah merusaknya" (HR Al-Bukhari no 2387)
Kesebelas : Jika merasa tidak mampu membayar hutang dalam waktu dekat
maka janganlah sampai ia berjanji dusta kepada penghutang. Sering kali
hutang menyeret seseorang untuk mengucapkan janji-janji dusta, padahal
dusta merupakan dosa yang sangat buruk
Kedua belas : Jika seseorang telah berusaha untuk membayar hutang namun
ia tetap saja tidak mampu, maka semoga ia diampuni oleh Allah.
Al-Qurthubi rahimahullah berkata:
لكن
هذا كله إذا امتنع من أداء الحقوق مع تمكنه منه، وأما إذا لم يجد للخروج
من ذلك سبيلاً فالمرجو من كرم الله تعالى إذا صدق في قصده وصحت توبته أن
يرضي عنه خصومه
"Akan
tetapi hal ini (tidak ada ampunan bagi yang berhutang-pen) seluruhnya
jika orang yang berhutang tidak mau menunaikan hak orang lain padahal ia
mampu. Adapun orang yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar
hutang, maka diharapkan dari karunia dan kedermawanan Allah, jika ia
jujur dalam tujuannya (untuk membayar hutang-pen) dan taubatnya telah
benar maka Allah akan menjadikan musuhnya (yang memberikan piutang) akan
ridho kepadanya" (Dalil Al-Faalihin 2/540)
sumber : detakmuslim.com