Memberikan gangguan kepada kaum muslimin di jalan adalah hal tercela. Terbayang oleh kita jika yang kita ganggu itu bukan cuma satu orang, bisa puluhan,bahkan ratusan, dan itu dilakukan setiap hari. Sungguh ini merupakan tabungan dosa yang terus bertumpuk setiap hari.
Contoh nyata hal ini adalah apa yang
dilakukan oleh sebagian orang dengan membuat hambatan di jalan umum
berupa gundukan yang lazim dikenal dengan sebutan POLISI TIDUR, .. saya
sendiri kurang setuju dengan sebutan ini, kenapa diberi nama seperti
itu, sebegitu berbahayakah polisi yang sedang tidur? harusnya penamaan
seperti itu dirubah, bahkan kalau bisa dihilangkan adanya rintangan
jalan umum yang seperti itu. Bukankah kita disuruh membuang duri dari
jalan, itu alasannya kenapa? Karena itu membahayakan pengguna jalan.
Lalu apa bedannya dengan membuat duri
yang cukup besar, yaitu “polisi tidur” tersebut? Ada beberapa yang
beralasan diantaranya supaya pengguna jalan memperlambat laju
kendaraanya dikarenakan takut ada anggota keluarga yang tinggal didepan
rumah tersebut tertabrak, itu alasan klasik mereka.
Padahal kenyataannya adalah si pembuat
gangguan jalan tersebut malah sedang membahayakan ratusan bahkan bisa
jadi ribuan pengguna jalan umum yang melewati jalan tersebut. Tidak
adakah cara-cara yang lebih elegan dan bijak selain membuat gangguan di
jalan tersebut? Tentu ada, bisa dengan peringatan tulisan, atau
sosialisasi kepada pengguna jalan, bisa juga dengan teguran kepada
pengguna jalan umum tersebut.
Tidakkah si pembuat gangguan tersebut
berpikir, berapa orang yang lewat jalan tersebut dan terkena
gangguannya, ini adalah perbuatan kedzaliman, dan itu adalah dosa.
Mereka tidak sadar telah menabung dosa-dosa yang terus bertambah. Belum
lagi jika ada yang mengalami kecelakaan akibat gangguan tersebut.
Membuat gangguan seperti itu itu ibarat
mencegah terjadinya kecelakaan pada anggota keluarga si pembuat
gangguan tapi dengan cara membuat gangguan kepada pengguna jalan umum.
Ini adalah tindakan yang konyol dan bukan cara yang tepat dan bijak.
Sering ada rakyat yang protes kepada
pemerintah dikarenakan pemerintah tidak memperhatikan rakyat, berbuat
dzalim kepada rakyat, tapi kenyataannya rakyat sendiri senang mendzalimi
sesamanya, salah satunya adalah dengan membuat gangguan-gangguan di
jalan dengan membuat gundukan yang keterlaluan, dan dapat mencelakakan
pengguna jalan umum. pemerintah sudah membangun jalan dan membuatnya
mulus agar lalu lintas pemakai jalan jadi lancar, tapi rakyat sendiri
yang membuat jalanan menjadi benjol-benjol… duh,.. semangat rakyat
ini,.. kok semangat mengganggu yang lainnya…
Oleh karena itu, saya copaskan kebijakan MUI Samarinda yang mengharamkan “POLISI TIDUR” karena membahayakan..
Saya berharap pula istilah “POLISI TIDUR” itu diganti dan dihapuskan dari istilah tersebut,..
Karena Membahayakan, MUI Samarinda Haramkan Polisi Tidur
SAMARINDA (gemaislam) – Untuk menghindari pengemudi
kendaraan bermotor melaju dengan kecepatan tinggi, biasanya dipasang
polisi tidur. Namun jika keberadaannya mengancam keselamatan para
pengguna jalan maka ia tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.
Baru-baru ini Ketua MUI Samarinda KH Zaini Naim menganggap bahwa polisi tidur adalah haram. Hal ini disampaikan dalam acara Rapat Terbuka dan Dialog Publik Ormas dan OKP se-Samarinda dengan Pimpinan Daerah Kota Samarinda, di rumah jabatan Wali Kota di Jalan S Parman Samarinda, Rabu (6/2).
Dalam aspirasinya, peserta dari salah satu ormas tadi mencontohkan polisi tidur di depan Kampus Politeknik Negeri Samarinda. Menurutnya, polisi tidur bukan hanya terdapat di jalan-jalan perumahan di Samarinda. Jalan protokol di beberapa tempat pun sudah dipasangi polisi tidur.
Selain membahayakan pengendara, bila dibangun terlalu tinggi, polisi tidur akan merusak bagian bawah kendaraan yang melintas di atasnya. Beberapa ‘polisi tidur’ yang dibuat di tanjakan dan tikungan, juga sangat besar kemungkinannya mengancam keselamatan pengguna jalan.
Menurut Zaini Naim, bila keberadaan polisi tidur sampai mengganggu kenyamanan pengguna jalan, maka dalam Agama Islam hal itu sudah disebut ma’ruf. Zaini menegaskan, ‘polisi tidur’ seharusnya tidak boleh ada di jalan-jalan di Samarinda.
“Kalau sampai menciderai orang, itu menjadi haram. Sangat tidak relevan itu. Dalam agama, jalan itu disuruh dilancarkan supaya orang mudah berjalan. Justru, jalanan sudah bagus dikasih polisi tidur,” tutur Zaini, seperti dilansir Tribun News.
Polisi tidur adalah bagian jalan yang ditinggikan berupa tambahan aspal atau semen, yang dipasang melintang di jalan untuk pertanda memperlambat laju kendaraan. Seiring gencarnya semenisasi jalan di Kota Samarinda, dikuti pula dengan pertambahan polisi tidur.
Dari beberapa sumber, untuk Indonesia, polisi tidur sebenarnya tidak asal dibangun. Ketentuan yang mengatur tentang disain polisi tidur, diatur oleh Keputusan Menteri Perhubungan No 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan, di mana sudut kemiringan adalah 15 persen, dan tinggi maksimum tidak lebih dari 120 milimeter.
Sementara, Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang mengakui, polisi tidur yang dibangun atas inisiatif warga, mengakibatkan kurangnya kenyamanan pengguna jalan. (bms)
Baru-baru ini Ketua MUI Samarinda KH Zaini Naim menganggap bahwa polisi tidur adalah haram. Hal ini disampaikan dalam acara Rapat Terbuka dan Dialog Publik Ormas dan OKP se-Samarinda dengan Pimpinan Daerah Kota Samarinda, di rumah jabatan Wali Kota di Jalan S Parman Samarinda, Rabu (6/2).
Dalam aspirasinya, peserta dari salah satu ormas tadi mencontohkan polisi tidur di depan Kampus Politeknik Negeri Samarinda. Menurutnya, polisi tidur bukan hanya terdapat di jalan-jalan perumahan di Samarinda. Jalan protokol di beberapa tempat pun sudah dipasangi polisi tidur.
Selain membahayakan pengendara, bila dibangun terlalu tinggi, polisi tidur akan merusak bagian bawah kendaraan yang melintas di atasnya. Beberapa ‘polisi tidur’ yang dibuat di tanjakan dan tikungan, juga sangat besar kemungkinannya mengancam keselamatan pengguna jalan.
Menurut Zaini Naim, bila keberadaan polisi tidur sampai mengganggu kenyamanan pengguna jalan, maka dalam Agama Islam hal itu sudah disebut ma’ruf. Zaini menegaskan, ‘polisi tidur’ seharusnya tidak boleh ada di jalan-jalan di Samarinda.
“Kalau sampai menciderai orang, itu menjadi haram. Sangat tidak relevan itu. Dalam agama, jalan itu disuruh dilancarkan supaya orang mudah berjalan. Justru, jalanan sudah bagus dikasih polisi tidur,” tutur Zaini, seperti dilansir Tribun News.
Polisi tidur adalah bagian jalan yang ditinggikan berupa tambahan aspal atau semen, yang dipasang melintang di jalan untuk pertanda memperlambat laju kendaraan. Seiring gencarnya semenisasi jalan di Kota Samarinda, dikuti pula dengan pertambahan polisi tidur.
Dari beberapa sumber, untuk Indonesia, polisi tidur sebenarnya tidak asal dibangun. Ketentuan yang mengatur tentang disain polisi tidur, diatur oleh Keputusan Menteri Perhubungan No 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan, di mana sudut kemiringan adalah 15 persen, dan tinggi maksimum tidak lebih dari 120 milimeter.
Sementara, Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang mengakui, polisi tidur yang dibangun atas inisiatif warga, mengakibatkan kurangnya kenyamanan pengguna jalan. (bms)