Bagikan!!! Wanita Yang Baik Adalah Wanita Yang Maharnya Murah

Rasulullah bersabda "Seorang wanita yang penuh barokah dan mendapat anugerah Allah adalah yang maharnya murah, mudah menikahinya dan akhlaknya baik. Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya dan buruk akhlaknya."


"Akan lebih sempurna ketaqwaan seorang mu'min", kata Rasulullah "Jika ia mempunyai seorang istri yang sholihah, jika diperintah suaminya ia patuh, jika dipandang membuat suaminya merasa senang, jika suaminya bersumpah membuatnya merasa adil, jika suaminya pergi ia akan menjaga dirinya dan harta suaminya."

Ada pernikahan yang penuh barokah dan ada yang sedikit barokahnya, dan ada yang sama sekali tidak barokah. Sebagian pernikahan kurang barokah karena niatnya yang tidak tepat. Sebagian disebabkan akhlaknya setelah menikah, tapi perubahan akhlak disebabkan juga karena niat menikah. Sebagian saat pemberian mahar. Rasulullah bersabda, "Wanita yang paling agung kebarokahannya adalah yang paling ringan maharnya."

Mahar (Mas Kawin)
Mahar merupakan suatu hak yang ditentukan oleh syariah untuk wanita sebagai ungkapan hasrat laki-laki pada calon istrinya, dan juga sebagai tanda cinta kasih serta ikatan tali kesucian. Mahar merupakan keharusan tanpa harus ditawar laki-laki. Disebut juga dengan istilah shidaq (kebenaran) yaitu menunjukan kebenaran dan kesungguhan cinta kasih laki-laki yang meminangnya.


Mahar bukanlah atas harga diri wanita, wanita tidak pernah menjual dirinya dengan mahar. Jadi makna mahar lebih dekat kepada syariat agama dalam rangka menjaga kemuliaan peristiwa suci. Mahar adalah syarat syahnya sebuah
perkawinan. Juga merupakan penghormatan laki-laki kepada calon istrinya, merupakan tanggung jawab kepada Allah pembuat aturan dan kepada wanita.

Sebaik-baik Mahar
Sebuah kenangan indah dalam sejarah, yaitu mengenai pernikahan Ummu Sulaim. Tsabit berkata "Belum pernah aku mendengar mahar yang lebih mulia daripada mahar Ummu Sulaim. Ia rukun hidup bersamanya dan melahirkan anak". Apa maharnya? Dalam sunah Nasa'I bahwa Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim lalu dijawab "Demi Allah Abu Thalhah, orang seperti anda tidak akan ditolak (melamar wanita) akan tetapi anda seorang kafir sedangkan saya seorang muslimah. Tidak halal bagiku kawin dengan anda. Namun jika anda masuk Islam maka yang demikian dapat menjadi maharku. Saya tidak minta selain itu." Kemudian Abu thalhah masuk Islam untuk memenuhi maharnya."

Ada hal yang bisa dicatat bahwa mahar dapat menjadi dakwah. Mahar dapat menjadi pengikat tali kasih sekaligus menjadi syi'ar islam. Barangkali untuk tujuan ini, banyak didapati orang memberikan mahar kepada istri berupa mushaf Al Quran dan mukena. Jika ini tujuannya, kita dapat bertanya kembali apakah mahar jenis ini masih mempunyai kekuatan untuk menegakan syi'ar Islam kalau yang demikian hanya menjadi tradisi?

Apalagi tidak jarang mahar hanya sekedar basa-basi formal, sedang mahar yang sesungguhnya bukan itu. Di atas kertas, mahar yang tertulis mushaf Al Quran tapi di belakangnya ada mahar yang tidak disebutkan dan dinyatakan saat itu. Jika ini terjadi, dikhawatirkan mahar bukan menjadi syi'ar Islam. Saat ini kita rasakan, mahar yang dekat dengan nafas agama justru tidak membuat hati kita bergetar, tidak membuat darah kita berdesir terkesip karena tertegun oleh keagungannya di balik yang nampak bersahaja.

Apakah mahar yang berupa mushaf Al Quran tidak bisa menjadi syi'ar Islam? Insya Allah, masih mempunyai kekuatan syi'ar Islam jika kita meniatkan betul dan menjaga niat itu ketika menyampaikan mahar.

Dikirim Oleh : Satriwati Dayah : Linda Safitri
sumber http://www.dhiyaulhaq.com

Subscribe to receive free email updates: