Ulama besar Saudi Arabia dan pakar fiqih abad ini, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin –rahimahullah– ditanya,
Sumber: https://rumaysho.com/704-status-perkawinan-dengan-pria-yang-tidak-shalat.html
“Apa hukum wanita yang masih bersama suami yang tidak pernah menunaikan shalat dan wanita tersebut sudah memiliki anak dari laki-laki tersebut serta apa hukum menikah dengan orang yang tidak pernah shalat?”
Jawab:
Jika seorang wanita menikah dengan pria yang tidak pernah
menunaikan shalat jama’ah, begitu pula tidak menunaikan shalat lima
waktu di rumahnya, maka nikahnya tidaklah sah. Karena orang yang
meninggalkan shalat itu kafir sebagaimana hal ini dijelaskan dalam Al
Qur’an, hadits dan dapat dilihat pula dalam perkataan para sahabat.
‘Abdullah bin Syaqiq mengatakan, “Dulu para shahabat Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang
apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.”
Jika laki-laki semacam itu dinyatakan kafir, maka tentu saja wanita muslimah tidak halal baginya. Karena Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada
(suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi
mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)
Namun jika suaminya tadi meninggalkan shalat setelah
dilangsungkan akad nikah, maka nikahnya batal (faskh) kecuali jika
suaminya tersebut bertaubat dan kembali pada Islam (yaitu dengan kembali
mengerjakan shalat, pen). Sedangkan sebagian ulama mengaitkan dengan
menunggu sampai berakhirnya masa ‘iddah. Jika sampai masa ‘iddah
berakhir, suaminya kembali berislam dan ingin ruju’, maka harus dengan
akad baru. Adapun bagi wanita, harusnya meninggalkan suaminya sampai ia
mau bertaubat dan kembali mengerjakan shalat dengan membawa serta anak
dari suaminya tadi. Karena pada kondisi semacam ini, anak-anaknya
tersebut tidak menjadi hak asuhan ayah mereka lagi.
Dari penjelasan ulama di atas, saya memperingatkan kepada
saudara kaum muslimin agar jangan sampai menikahkan anak-anak perempuan
mereka atau wanita yang menjadi hak perwaliannya dengan laki-laki yang
tidak pernah shalat karena bahaya yang ditimbulkan seperti dijelaskan
tadi. Seharusnya kerabat dan teman dekat tidak membolehkan hal ini.
Saya memohon kepada Allah hidayah untuk kita sekalian.
Hanya Allah Yang Maha Tahu. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
[Fatawal ‘Aqidah wa Arkanil Islam, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, no. 581, hal. 533-534, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, tahun 1425 H]
Dari nasehat Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin mengandung beberapa pelajaran:
- Sangat bahaya sekali jika seorang yang mengaku muslim meninggalkan shalat lima waktu. Akibatnya bisa berpengaruh pada status pernikahan.
- Apakah status nikah jadi batal (faskh) jika suami meninggalkan shalat? Syaikh Utsaimin masih hati-hati dalam masalah ini. Intinya, istri hendaklah berusaha menasehati suami terlebih dahulu agar mau kembali mengerjakan shalat.
Hanya Allah yang beri taufik.
Muhammad Abduh Tuasikal
Panggang, Gunung Kidul, 22 Dzulhijah 1430 H.
Sumber: https://rumaysho.com/704-status-perkawinan-dengan-pria-yang-tidak-shalat.html